Cerpen "Di Balik Bungkus Permen dan Hujan"
Di Balik Bungkus Permen dan Hujan
by : Nissa
Tiing tiing "Cepet ke perpus...." sms dari Esna membuatku bergegas membereskan apapun yang ada di atas meja, tak lupa aku juga memeriksa laci mejaku dan meja Hasna yang seringkali meninggalkan barang-barangnya ataupun sekadar bungkus permen kosong.
Yap, aku menemukan satu bungkus permen yang berhasil terjamah oleh tanganku di dalam laci meja Hasna. 'Remembe Me' tertulis sebuah kata dibalik bungkus permen ini, hal ini mungkin termasuk strategi pemasaran persahaan permen KISU, aku jadi teringat kalimat yang diucapkan Dian "Seperti ramalan terhadap apa yang akan terjadi nanti," aku berpkir, mungkinkah??
Entahlah, aku berjalan keluar kelas yang sudah sepi ini, semua penghuninya sudah pulang atau masih betah nongkrong di Perpustakaan, hari Senin nanti seluruh kelas 12 akan mengikuti UN serempak, jadi semua siswa kelas 12 hari ini di pulangkan lebih awal. Kupandangi sejenak kata-kata yang tertulis di balik bungkus permen tadi sebelum ku buang ke dalam tempat sampah di samping pintu kelas.
Hujan, aku suka hujan, karena jarak dari kelas sampai ke Perpustakaan hanya 100 meter dan sekarang hujan sedang turun, jadi aku akan mengambil langkah pelan-pelan sambil memandang hujan sepuasnya, apalagi jika dilihat dari lantai dua ini. Ini merupakan momen langka bagiku untuk bisa mencari ketenangan saat aku hanya sendiri, kalau ada teman-temanku yang lain, sungguh tak ada yang namanya sepi, pasti heboh kaya ibu-ibu arisan.
Satu detik, dua detik, tiga detik aku melai memejamkan mata sambil menghirup nafas dalam-dalam sebelum kuhela. Aku mulai masuk kedalm duniaku sendiri, sambil tersenyum menatap hujan. Tiba-tiba sekelebat bayangnya terlintas, senyumnya yang manis, suaranya, dan caranya berjalan di lorong sekolah, aku tertegun sejenak. Heran, bukankah seharusnya rumus matematika dan fisika yang kuingat, tapi malah dia yang muncul. Tapi jika kupikir-pikir itu bukanlah masalah, tak apa jika sebentar saja aku ingin mengingatnya bersama hujan Februari ini. Hujan yang turun mengalun bersama angin, menyebarkan petrichor yang harum,.
Kau juga seperti hujan, kau punya suara semerdu hujan memainkan simphoni saat turun ke bumi, kau punya aromamu sendiri, aroma yang lebih harum dari petrichor. Senyummu seperti hujan yang melingkupi dunia dengan kasenduan, aku tahu ada secercah sendu di setiap tawa dan senyummu. Aku tak akan menyesal jika tertimpa ruahnya hujan, terbelai angin yang ikut mendampingi. Aku tak akan menyesal mengingatmu bersama hujan seperti saat ini, meski aku akan basah kuyup dan kedinginan, semua ada resikonya bukan?
Karena aku tak bisa menghentikan hujan turun, dan kau yang tak pernah kusadari muncul dalam ingatku.
Tak bisa kupungkiri pula jika hanya sebatas ini kau ada, karena aku berusaha membendung ingatanku akan dirimu menjadi seminimal mungkin, karena kurasa kau juga bisa mereda tiba-tiba layaknya hujan, 'Remember Me' kata-kata itu mungkin harusnya menjadi permintaanku, apapun ingatan tentangku yang ada di dalam benakmu, ingatlah aku bersama duniamu yang mungkin hanya akan menjadi masa lalu.
Kusadari hanya dua langkah lagi aku sampai di depan pintu Perpustakaan, sejenak aku menoleh untuk memandang hujan yang telah mereda menjadi gerimis sekali lagi, dan kuingat senyummu sekali lagi yang juga bisa membuatku tersenyum.
Saat aku kembali melangkah ke depan, tiba-tiba kau muncul di ujung lorong, "Dasar...." gumamku sambil tersenyum pahit sebelum berbelok masuk ke dalam Perpustakaan.
Komentar
Posting Komentar